Kurikulum Pendidikan Kejuruan - Anatomi Dasar Kejuruan
ANATOMI
DASAR KURIKULUM
A. LATAR BELAKANG
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang,
yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen – komponen dari
anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi, materi, proses atau
sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut
berkaitan erat satu sama lain . Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau
relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama
kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan
perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian
antar komponen – komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses
sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi
dan tujuan kurikulum. Istilah kurikulum dapat mengacu kepada pengertian yang
amat luas atau sebaliknya sangat sempit. Dalam pengertian luas kurikulum
mengacu pada program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan tertentu.
Sebaliknya, dalam pengertian sempit kurikulum dapat mengacu ke program
pengajaran suatu mata pelajaran. Baik dalam pengertian luas maupun sempit,
kurikulum harus memiliki kesesuaian yang bersifat eksternal (tuntutan
masyarakat) dan internal (antarkomponen kurikulum). Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, isi atau
materi, proses penyampaian, dan evaluasi.
Dari waktu ke waktu tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat terus
berkembang. Perkembangan itu terjadi pada berbagai bidang kehidupan baik yang
bersifat materiil maupun immateriil. Yang bersifat materiil misalnya gaya
hidup, pakaian, dan makanan; sedangkan yang bersifat immateriil misalnya
pergeseran nilai-nilai, norma, dan sikap. Semua perubahan tersebut tentu akan
berpengaruh pada dunia pendidikan secara keseluruhan. Kurikulum sebagai salah
satu subsistem dalam pendidikan mau tidak mau harus berubah agar tetap sesuai
dengan perkembangan yang sedang terjadi. Kurikulum harus mampu menjadi
“sangkar” bagi sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan kepada generasi
muda. Kurikulum harus dapat memberikan pengalaman belajar yang sesuai
dengan perkembangan kepada siswa. Dalam konteks inilah komponen-komponen
kurikulum membentuk hubungan kausalitas dengan berbagai perkembangan yang
terjadi di dalam masyarakat. Dalam proses belajar-mengajar terdapat tiga
komponen yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Ketiga komponen
tersebut adalah tujuan pengajaran, proses belajar-mengajar, dan evaluasi.
Tujuan pengajaran yang ingin dicapai akan menentukan materi apa yang akan
diajarkan, metode atau cara apa yang akan digunakan, dan media apa yang sesuai.
Pengembangan kurikulum sendiri mempunyai arti yaitu suatu proses perencanaan
kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses
ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi
belajar – mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan
spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat
pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber-sumber unit,
rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya, untuk memudahkan
proses belajar mengajar.
B. PEMBAHASAN
a. Tujuan Kurikulum
Dikemukakan bahwa dalam kurikulum atau pengajaran, tujuan
memegang peranan penting, akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan
mewarnai komponen – komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan
berdasarkan dua hal. Pertama perkembangan
tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua,
didasari oleh pemikiran –pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai –
nilai filosofis, terutama falsafah negara. Beberapa kategori tujuan pendidikan,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, jangka panjang, jangka menengah, dan
jangka pendek. Kurikulum aims merupakan rumusan yang menggambarkan outcomes
yang diharapkan berdasarkan beberapa skema nilai diambil dari kaidah-kaidah
filosofis. Aims ini tidak berhubungan secara langsung terhadap tujuan
sekolah dan tujuan pembelajaran. Goals merupakan outcomes sekolah yang dapat
dirumuskan secara institutional oleh sekolah atau jenjang pendidikan tertentu
sebagai suatu sistem. Objectives merupakan outcomes yang diharapkan dapat
tercapai dalam jangka waktu pendek, segera setelah proses pembelajaran dikelas
berakhir, dapat dinilai setidaknya secara teoritis dalam jangka waktu tertentu.
Terdapat tiga sumber yang mendasari perumusan tujuan kurikulum (aims, goals,
objectives), yaitu sebagai berikut :
1.
Sumber Empiris
Sumber empiris berkaitan dengan beberapa hal. Pertama,
tuntutan kehidupan masa kini yang dapat menjadi sumber informasi dan berperan
sebagai landasan dikembangkannya tujuan-tujuan dalam kurikulum. Herbert spencer
(1879) menyatakan bahwa terdapat lima hierarki yang harus dipersiapkan oleh
siswa untuk mencapai keberhasilan hidup, yaitu ( 1)) pemeliharaan diri secara
langsung; (2) pemeliharaan diri secara tidak langsung (melalui makanan,
keamanan, perlindungan, dll); (3) kedudukan sebagai orang tua; (4)
kewarganegaraan; (5) aktifitas yang dilakukan pada waktu senggang. Sumber
empiris kedua adalah yang mendasari perumusan aims, goals, dan objectives,
yaitu karakteristik siswa sebagai individu yang sedang berkembang secara
dinamis dan memiliki kebutuhan fisiologis, sosial, dan keutuhan pribadi.
Kebutuhan dasar ini dapat dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum selama
individu diasumsikan sebagaimana apa adanya dan mempunyai pembawaan yang baik
serta individu menjadi pusat aktivitas pendidikan.
2.
Sumber Filosofis
Sumber filosofis ini menjadi acuan dalam mencari jawaban
tentang apa yang harus dilakukan sehingga pendidikan dapat menjembatani
keberhasilan para siswa. Selain itu, kaidah-kaidah filosifis dapat dijadikan
sebagai acuan dalam menganalisis, mengambil keputusan, atau berbagai
pertimbangan, dan merumuskan hasil yang diharapkan sesuai dengan kondisi yang
ada.
3.
Sumber Bahan Pembelajaran
sumber bahan pembelajaran merupakan sumber yang umum
digunakan dalam merumuskan aims, goals, dan objectives dalam kurikukum sekolah,
tepatnya pelibatan ahli disiplin ilmu atau pengetahuan tertentu dalam
merumuskan tujuan. Menurut zais (1976) penggunaan materi pembelajaran sebagai
sumber perumusan objectives dinilai khusus, sempit, dan bersifat teknik. Dengan
demikian, subjek matter dalam khasus-khasus tertentu hanya dapat digunakan
sebagai sumber untuk merumuskan tujuan yang kedudukannya lebih rendah dari pada
goals dan objectives.
b. Hirarkhial Belajar
Belajar harus berangkat dari hal-hal yang sederhana
menuju hal- hal yang lebih kompleks. Oleh karena, urutan harus sesuai dengan
apa yang diketahui dari teori – teori belajar. Secara berangsur –angsur
dimullai dengan mempelajari konstruk (construct) dan prisnsip-prinsip
berdasarkan data dan konsep. Pengertian secara keseluruhan dari suatu konstruk
itu akan muncul kalau itu akan muncul kalau itu dipresentasikan secara
sistematik dan analitis. Akan lebih baik kalau urutan kurikulum didasarkan pada
hasil-hasil kajian empiris yang memberikan pengertian tentang kondisi apa yang
dapat menumbuhkan belajar.
Perumusan tujuan mengajar yang berbentuk tujuan khusus (objective), memberikan beberapa
keuntungan:
a)
Tujuan khusus
memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan mengajar-belajar kepada
siswa. Berdasarkan penelitian Mager dan Clark (1963) siswa yang mengetahui
tujuan – tujuan khusus suatu pokok bahasan, diberika referensi dan sumber yang
memadai, dapat belajar sendiri dalam waktu setengah dari waktu belajar dalam
kelas biasa.
b)
Tujuan khusus,
membantu memudahkan guru – guru memilih dan menyusun bahan ajar.
c)
Tujuan khusus
memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media mengajar.
d)
Tujuan khusus
memudahkan guru mengadakan penilaian. Dengan tujuan khusus guru lebih mudah
menentukan bentuk tes, lebih mudah merumuskan butir tes dan lebih mudah
menentukan kriteria pencapaiannya.
c. Domain KOGNITIF :
- Knowledge : kemampuan mengingat kembali materi yang baru dipelajari (recall). Contoh : mengulang kembali, mendefinisi
- Comprehension : kemampuan untuk menangkap makna materi belajar. Contoh : mengilustrasikan, menggambarkan
- Application : kemampuan memanfaatkan materi belajar dalam situasi yang baru/konkrit. Contoh : menggunakan, mempraktekkan
- Analysis : kemampuan untuk memilah/membagi materi ke dalam komponen-komponen sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. Contoh : membandingkan, mendeteksi
- Synthesis : kemampuan untuk membentuk satu kesatuan yang baru. Contoh : memformulasikan, memprediksi
- Evaluation : kemampuan mempertimbangkan aspek nilai (value) dalam materi belajar. Contoh: mempertimbangkan, memutuskan
d. Domain AFEKTIF :
- Receiving : merujuk kepada kepekaan siswa terhadap stimulus, kemauan untuk menerima. Contoh: memperhatikan, menerima
- Responding : merujuk kepada perhatian aktif siswa terhadap stimulus, kemauan untuk merespon atau memberi perhatian. Contoh: menikmati, memberi kontribusi, kerjasama
- Valuing : merujuk kepada keyakinan dan sikap, komitmen. Contoh: menghormati, mempertimbangkan
- Organization : merujuk kepada internalisasi nilai dan keyakinan yang melibatkan konseptualisasi nilai dan organisasi sistem nilai. Contoh : mengklarifikasi, menguji
- Characterization : merujuk kepada internalisasi dan perilaku yang merefleksikan seperangkat nilai dan karakteristik filosofi kehidupan (penjatidirian). Contoh : menyimpulkan, menetapkan.
e. Domain PSYCHOMOTOR :
- Reflex movements : refleks yang melibatkan satu segmen otot dan memungkinkan keterlibatan lebih dari satu segmen otot
- Fundamental movements : keterampilan gerak yang berhubungan dengan berjalan, berlari, melompat, menekan
- Perceptual abilities : ditujukan kepada keterampilan yang berhubungan dengan koordinasi pergerakan tubuh, visual, auditori
- Physical abilities : berkenaan dengan daya tahan, fleksibilitas, ketangkasan, kekuatan, kecepatan
- Skilled movements : merujuk kepada ketangkasan permainan, olahraga
- Nondiscursive communication : merujuk kepada ekspresi gerakan yang disesuaikan dengan postur, ekspresi wajah, gerakan-gerakan kreatif (nondiscursive = tidak menyimpang)
f. Smarter
:
1. Smarter terdiri dari tujuh bagian yaitu :
–
Specific:
contoh : lebih baik menggunakan kata siswa mampu menulis ketimbang siswa dapat bekerja keras
contoh : lebih baik menggunakan kata siswa mampu menulis ketimbang siswa dapat bekerja keras
–
Measurable:
contoh : siswa mampu menulis sebanyak 1 halaman
contoh : siswa mampu menulis sebanyak 1 halaman
–
Acceptable:
perhatikan apakah pernyataan tujuan dapat diterima, contoh : siswa mampu menulis sebanyak 1 halaman untuk siswa kelas 2 SD
perhatikan apakah pernyataan tujuan dapat diterima, contoh : siswa mampu menulis sebanyak 1 halaman untuk siswa kelas 2 SD
–
Realistic:
meskipun tujuan sudah terukur dan dapat diterima, masih harus dipertimbangkan apakah pernyataan tujuan realistik, contoh : menulis sebanyak 1 halaman dalam waktu 5 menit
meskipun tujuan sudah terukur dan dapat diterima, masih harus dipertimbangkan apakah pernyataan tujuan realistik, contoh : menulis sebanyak 1 halaman dalam waktu 5 menit
-
Time frame :
Dalam time frame perlu diperhatikan kerangka waktu
yang diajangkan dalam pernyataan tujuan
- Extending
Kalimat tujuan harus
memperlihatkan pengembangan kapabilitas siswa. Apakah menulis 1 halaman tersebut mampu
mengembangkan kapabilitas menulis siswa
- Rewarding
perhatikan apakah pernyataan tujuan mampu memberikan nilai lebih kepada siswa
perhatikan apakah pernyataan tujuan mampu memberikan nilai lebih kepada siswa
2.
Bahan Ajar
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan
lingkungannya, lingkungan orang - orang, alat – alat dan ide – ide. Tugas utama
seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa
melakukan interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang
dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu rencana
mengajar, yang mencakup komponen – komponen: tujuan khusus, sekuens bahan
ajaran, strategi mengajar, media dan sumber belajar, serta evaluasi hasil
belajar.
Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah
ditentukan diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik – topik dan
sub – subtopik tertentu. Tiap topik atau subtopik mengandung ide – ide pokok
yang relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Topik – topik atau sub –
subtopik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk suatu sekuens
bahan ajar. Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:
a) Sekuens
kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu, dapat
digunakan sekuens kronologis. Peristiwa – peristiwa sejarah, perkembangan historis
suatu institusi, penemuan – penemuan ilmiah dan sebagainya dapat disusun
berdasarkan sekuens kronologis.
b) Sekuens
kausal. Masih berhubungan erat dengan sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada
peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari sesuatu
peristiwa atau situasi lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab atau
pendahulu para siswa akan menemukan akibatnya. Menurut Rowntree (1974: 75)
“sekuens kausal cocok untuk menyusun bahan
ajar dalam bidang meteorology dan geomorfologi.
c) Sekuens struktural.
Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi telah mempunyai struktur tertentu.
Penyusunan sekuens bahan ajar bidang studi tersebut perlu disesuaikan dengan
strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin mengajarkan alat – alat optik, tanpa
terlebih dahulu mengajarkan pemantulan dan pembiasan cahaya, dan pemantulan
serta pembiasan cahaya tidak mungkin diajarkan tanpa terlebih dahulu
mengajarkan masalah cahaya. Masalah cahaya, pemantulan-pembiasan, dan alat –
alat optik tersusun secara struktural.
d) Sekuens logis
dan psikologis. Bahan ajar juga
dapat disusun berdasarkan urutan logis. Rowntree (1974: 77) melihat perbedaan
antara sekuens logis dengan psikologis. Menurut sekuens logis bahan ajar
dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana kepada yang
komplek, tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kapada
bagian, dari yang komplek kepada yang sederhana. Menurut sekuens logis bahan
ajar disusun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda – benda kepada
teori, dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada masalah
mengapa.
e) Sekuens spiral, dikembangankan oleh
Burner (1960). bahan ajar dipusatkan
pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut bahan
diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu
yang populer dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan diperdalam dengan
bahan yang lebih kompleks.
f) Rangkaian
ke belakang, atau yang lebih dikenal dengan backward claining. Dikembangkan
oleh Thomas Gilbert (1962). Dalm sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah
terakhir dan mundur ke belakang. Contoh, proses pemecahan masalah yang bersifat
ilmiah, meliput 5 langkah, yaitu: (a) Pembatasan masalah, (b) Penyusunan
hipotesis, (c) Pengumpulan data, (d) Pengetesan hipotesis, (e) Interprestasi
hasil tes.
g) Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model
ini dikembangkan oleh Gagne (1965), dengan prosedur sebagai berikut: tujuan –
tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu hierarki
urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut. Hierarki tersebut
menggambarkan urutan perilaku apa yang mula – mula harus dikuasai siswa,
berturut – turut sampai dengan perilaku terakhir. Untuk bidang studi tertentu
dan pokok – pokok bahasan tertentu hierarki juga dapat mengikuti tipe – tipe
belajar dari Gagne.
3.
Strategi mengajar
Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan
strategi atau metode mengajar. Pada waktu guru menyusun sekuens bahan ajar,
kemudian juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk
menyajikan bahan ajar dengan urutan yang sesuai. Ada beberapa strategi yang dapat
digunakan dalam mengajar :
a)
Reception/Exposition Learning – Discovery Learning
Reception dan exposition sesungguhnya
mempunyai makna yang sama, hanya berbeda dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi siswa sedangkan exposition dilihat dari sisi guru. Dalam
exposition atau reception
learning
keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau
bentuk jadi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Siswa tidak dituntut
untuk mengolah kata melakukan aktivitas lain kecuali menguasainya. Dalam discovery learning
Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa
dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,mengkategorikan,menganalisis,mengintegrasikan,
mengorganisasikan bahan serata membuat kesimpulan – kesimpulan. Melalui
kegiatan – kegiatan siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal –
hal yang bermanfaat bagi dirinya.
b)
Rote learning – Meaningful Learning
Dalam rote learning
bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya
bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian bahan
mengutamakan maknanya bagi siswa
c)
Group Learning – Individual Learning
Pelaksanaan discovery
learning menuntut aktifitas belajar yang bersifat individual atau dalam
kelompok – kelompok kecil. Discovery
Learning dalam bentuk kelas pelaksanaannya mempunyai beberapa masalah.
Masalah pertama, kegiatan discovery hanya
akan dilakukan oleh siswa – siswa yang pandai dan cepat, siswa yang lambat akan
mengikuti saja kegiatan dan menerima temuan – temuan anak – anak cepat. Masalah
lain adalah kemungkinan untuk bekerja sama, dalam kelas besar tidak mungkin
semua akan dapat bekerja sama. Kerja sama hanya akan dilakukan oleh anak – anak
yang aktif, yang lain mungkin hanya akan menanti atau menonton. Dengan demikian
akan terjadi perbedaan semakin jauh antara anak pandai dengan yang kurang.
4.
Media mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang
dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan di atas
menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagain bentuk
perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai bentuk alat penyaji perangsang
belajar, berupa alat – alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassete, video cassete, televisi,
dan komputer.
5.
Evaluasi pengajaran
Komponen utama selanjutnya setelah rumusan masalah, bahan
ajar, strategi mengajar, media mengajar adalah evaluasi dan penyempurnaan. Evaluasi
ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan – tujuan yang telah ditentukan serta
menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Setiap kegiatan akan
memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan – tujuan belajar
dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk
mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan
tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
6.
Penyempurnaan
pengajaran
Hasil – hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar,
maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik
bagi penyempurnaan – penyempurnaan lebih lanjut. Komponen apa yang
disempurnakan, dan penyempurnaan itu dilaksanakan. Sesuai dengan komponen –
komponen yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen – komponen yang dievaluasi,
pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk
disempurnakan. Penyempurnaan juga dilakukan secara langsung begitu didapatkan
sesuatu informasi umpan balik, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu
bergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan penyempurnaan.
Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal – hal
tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran – saran orang lain baik sesama
personalia sekolah atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga
mungkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian – bagian tertentu.
Semua hala tersebut bergantung pada kesimpulan – kesimpulan hasil evaluasi.
C. Kesimpulan
Anatomi kurikulum merupakan kurikulum yang dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen – komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi, materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain . Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen – komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
D. Daftar Rujukan
Nana Syaodih Sukmadinata, Prof.Dr. 1997. Pengembangan kurikulum teori dan praktek . Bandung.
Mohammad Ansyar, Ph.D. 1998. Dasar – dasar pengembangan kurikulum . Jakarta
Oemar Hamalik, Prof.Dr.H. 2008. Dasar – dasar pengembangan kurikulum . Bandung
Pusat Pengembangan Kurikulum. 2003. Kurikulum 2004 Kerangka Dasar (draft). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
http://pendmtkuin07.files.wordpress.com/
http://ifunpas.org/
http://curriculumstudy.files.wordpress.com/
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/
http://www.diknas.go.id/
Anatomi kurikulum merupakan kurikulum yang dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen – komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi, materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain . Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen – komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
D. Daftar Rujukan
Nana Syaodih Sukmadinata, Prof.Dr. 1997. Pengembangan kurikulum teori dan praktek . Bandung.
Mohammad Ansyar, Ph.D. 1998. Dasar – dasar pengembangan kurikulum . Jakarta
Oemar Hamalik, Prof.Dr.H. 2008. Dasar – dasar pengembangan kurikulum . Bandung
Pusat Pengembangan Kurikulum. 2003. Kurikulum 2004 Kerangka Dasar (draft). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
http://pendmtkuin07.files.wordpress.com/
http://ifunpas.org/
http://curriculumstudy.files.wordpress.com/
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/
http://www.diknas.go.id/
0 komentar: